05 September 2009

Kesenian…milik siapa

Sebagaimana telah kita pahami bahwa kesenian di semua daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Ini tidak saja berlaku untuk kesenian rakyat namun juga kesenian kontemporer. Kabupaten Purworejo yang memiliki berbagai macam kesenian, sudah saatnya memiliki konsep jelas kemana arah kesenian akan dibawa. Banyak pihak sudah “memikirkan” perkembangan kesenian ini. Namun, banyak pihak juga yang berhenti hingga sampai titik “memikirkan”. Tanpa memperjelas solusi yang harus dilaksanakan. Apalagi arah / titik dimana akan “ditempatkan” kesenian di masa yang akan datang. Tulisan ini semoga menjadi bahan perenungan kita bersama, semua pihak entah birokrat maupun pelaku seni, perorangan / pemerhati seni atau bahkan pihak swasta sekalipun yang memiliki kepedulian akan seni budaya. Pokoknya siapapun.
Patut kita sadari bersama, bahwa keanekaragaman seni yang ada di Kabupaten Purworejo membutuhkan perhatian. Banyak pihak sudah yang penulis temui baik langsung maupun tidak (misal melalui media internet) yang memberikan masukan kepada semua pihak berkenaan kegiatan seni budaya di kabupaten tercinta. Mulai dari pertanyaan tentang jenis-jenis kesenian yang sampai saat ini masih hidup di kabupaten tercinta, hingga mempertanyakan kesenian yang akan mati dan atau mati suri, sampai ada yang hanya sekedar menanyakan bentuk pementasan dari suatu jenis kesenian. Dari titik itulah penulis berkesimpulan bahwa tidak sedikit orang Purworejo baik yang didalam maupun diluar daerah yang memberikan perhatian pada bidang kesenian. Bahkan diantaranya memiliki rasa memiliki yang teramat mendalam mengenai kesenian daerah. Ini dimaklumi, karena apapun bentuk keseniannya jika itu dari daerah asal akan menjadi tali pengikat yang sangat kuat bagi warga purworejo yang berada di luar daerah. Bagaimana rasanya seseorang yang tiap hari bergulat mencari nafkah jauh dari tanah kelahirannya …. menghadapi persaingan, bekerja keras dan segala macamnya.. tiba-tiba saja mendapatkan informasi tentang kesenian di daerahnya atau bahkan berkesempatan untuk menonton kesenian daerahnya tampil di kota dimana mereka tinggal. Bagaikan oase di tengah gurun yang kering. Itulah mengapa mereka banyak memberikan masukan tentang kesenian, disamping para pelaku seni di dalam daerah.
Kesenian bisa menjadi “wajah” suatu daerah. Banyak sudah pementasan yang dilaksanakan di luar daerah membuktikan itu. “Kedigdayaan” kesenian menjadi wakil daerah setidaknya memunculkan bentuk apresiasi dari para penikmat seni. Para penikmat seni bisa berasal dari putra daerah yang tinggal di daerah lain, maupun warga setempat yang memang mencari sekedar hiburan. Apa yang dipersembahkan oleh duta seni menjadi “wakil” dan sekaligus “wajah” kabupaten tercinta.
Disamping itu kerja keras untuk memberikan ruang ekspresi seni bagi para penggiat kesenian dan sekaligus sebagai wahana ekspresi bagi masyarakat luas menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Kehidupan berkesenian yang selama ini ada seakan menemui jalan buntu ketika beberapa pementasan lokal tidak diadakan. Akhirnya semua kembali ke masyarakat (lagi). Padahal dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Di masa yang akan datang mestinya “ruang” itu dapat kembali dihidupkan. Sehingga diharapkan dapat komplit sinergi yang terbentuk antara masyarakat dan pemerintah. Sekali lagi …(mestinya) kesenian bukan hanya milik masyarakat saja…kita semua memiliki kewajiban untuk mendukung..membina bahkan mengembangkan.
Jangan sampai ketika orang / pihak lain mengklaim kesenian kita… baru terasa ada yang terbakar dibawah dagu kita. Dan kita hanya bisa berguman : “O iya ya… kita selama ini telah lengah mengurusi kesenian.”
Mari kita selamatkan kesenian Purworejo, selamatkan seni budaya kita. Saat ini…hal inilah yang harus kita laksanakan.
Salam budaya…

Parade Seni Budaya 2009

Peringatan Hari Jadi Propinsi Jawa Tengah dilaksanakan tepat tanggal 15 Agustus 2009. Didalamnya terdapat peristiwa budaya yaitu pelaksanaan kegiatan Parade Seni Budaya. Sebagai duta kesenian, Kabupaten Purworejo mengirimkan wakil Grup Incling “Kuda Wiromo” Desa Tlogoguwo Kecamatan Kaligesing. Grup yang diketuai oleh .Sdr. Totok ini merupakan salah satu Grup Incling yang masih eksis di Kecamatan Kaligesing, ditengah ratusan kesenian yang ada di Kecamatan Kaligesing khususnya dan Kabupaten Purworejo umumnya. Sebagai gambaran saja, kesenian Incling ini mirip dengan kesenian kuda kepang, karena sama-sama mempergunakan media kuda kepang sebagai properti tarinya. Namun dari bentuk kuda, tarian dan alat musik yang dipergunakan membuat kesenian ini memang beda. Tarian ini memiliki salah satu ciri yaitu mengolah / mengekspose gerakan kaki.
Dengan persiapan yang memakan waktu kurang lebih 3 (tiga) bulan, grup ini diwajibkan membuat garapan pementasan dengan durasi 3 (tiga) menit yang akan ditampilkan di depan podium / tamu kehormatan.
Setelah melalui beberapa kali rapat koordinasi di Solo dan Semarang, dalam undian Kabupaten Purworejo mendapatkan nomor urut tampil 26. Tidak seperti pementasan di PRPP beberapa hari yang lalu, pemberangkatan grup kesenian ini sangat pagi. Pukul 05.30 mereka telah berangkat dari Kaligesing. Dan jam 06.30 kami telah berangkat dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Karena target waktu pukul 14.00 WIB harus telah siap di sekitar Kantor Setda Propinsi. Sementara kegiatan Parade Seni Budaya secara resmi baru akan dimulai pada pukul 15.00 WIB. Praktis, ketika sampai di Taman Budaya Raden Saleh (tempat transit Kabupaten Purworejo) para penari dan pengrawit langsung merias diri sambil nyambi makan dan istirahat. Capek luar biasa, jelas .... padahal mereka belum pentas ! Sebuah dedikasi berkesenian yang patut diacungi jempol !!
Begitu selesai rias, makan dan istirahat / sholat pukul 14.00 kami di berikan pemberitahuan oleh Petugas Penghubung kami untuk segera bersiap di sekitar Kantor Setda Propinsi. Berangkat kami kesana, menunggu dan pengecekan akhir hingga waktu menunjukkan sekitar pukul 17.00 tiba waktu Kabupaten Purworejo menunjukkan kebolehannya.
Dari awal hingga akhir tidak ada yang mengecewakan dari penampilan Kudo Wirama. Hanya ketika di tengah pelaksanaan pentas, sempat 2 kali sound system panitia ngadat dan menimbulkan bunyi yang mengganggu pementasan. Sangat disayangkan memang. Karena ini mengganggu konsentrasi penari dan pengrawit.
Walaupun rilis resmi Panitia sampai saat ini belum kami terima, namun dari hasil pantauan penilaian, untuk Parade tahun ini Kabupaten Purworejo belum masuk kejuaraan. Bukan sesuatu yang mengecewakan mengingat segala keterbatasan yang ada. Namun ini menjadi cambuk untuk memperbaiki semua sisi dalam rangka persiapan pementasan Parade Seni Budaya Hari Jadi Jawa Tengah tahun depan. Pada tahun 2010 kami akan datang lagi. Semoga dengan dukungan semua pihak menjadikan tampilan Kabupaten Purworejo akan menjadi lebih baik. Semoga.

Kabupaten Purworejo di Pentas Rakyat Negeriku (PERAK NEGERIKU) Jateng Fair 2009

Pada tanggal 1 Agustus lalu, Kabupaten Purworejo mendapatkan jadwal untuk memberikan hiburan kepada pengunjung Jateng Fair 2009 / PRPP di Semarang. Kegiatan ini diwakili kelompok kesenian dolalak “Wira Budaya” dari Desa Wironatan Kecamatan Butuh.

Bentuk kesenian yang ditampilkan adalah dolalak dengan penari pria. Sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu yang lalu terjadi booming penari dolalak perempuan. Namun grup dolalak “Wira Budaya” hingga saat ini masih memegang eksistensinya dengan tetap mempertahankan penari dolalak prianya.

Dengan penari sejumlah 12 orang dan 10 orang pengrawit serta 2 waranggono, grup yang diketuai oleh Bapak Suyanto ini mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pentas di Semarang.

Pelepasan pemberangkatan ke Semarang dilaksanakan oleh Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo Drs. Bambang Aryawan, MM, bertempat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam pesannya beliau berharap bahwa Grup Dolalak “Wira Budaya” yang telah ditunjuk menjadi wakil dapat menjadi “wajah” Kabupaten Purworejo di kancah pergaulan seni budaya tingkat propinsi Jawa Tengah, agar dapat menjaga amanah dan menganggap berkesenian sebagai bentuk ibadah, karena dapat membahagiakan orang lain / penontonnya. Rombongan dipimpin oleh Kasi Penyuluhan, Analisis, Sarana Prasarana dan Pemasaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan didampingi Pamong Budaya Wilayah Kecamatan Butuh.

Tim Kesenian ini tiba di anjungan Kabupaten Purworejo sebagai tempat transit kurang lebih pukul 4 petang dan langsung melaksanakan blocking. Sementara pementasannya dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB hingga pukul 20.00 WIB.

Kesenian yang memang menjadi icon kabupaten Purworejo ini mendapat tempat di mata penonton PRPP, terbukti semenjak mulai hingga usai banyak pengunjung yang tidak beranjak dari tempatnya menonton. Sebuah apresiasi yang membanggakan.

01 Juli 2009

KESENIAN DARI DESA NGASINAN TAMPIL DI MOZAIK BUDAYA 2009-SURAKARTA

Bertempat di Bakorwil II Surakarta pada tanggal 27-28 Juni 2009 diadakan kegiatan Mozaik Budaya yang mana didalamnya dilaksanakan Gelar Seni Budaya dan Pameran Potensi Daerah se-Bakorwil II Surakarta. Kegiatan tersebut diikuti oleh semua Kabupaten/Kota se – Bakorwil II (eks Karesidenan Surakarta dan Kedu).
Untuk pementasan Gelar Seni Budaya, Kabupaten Purworejo menampilkan Organisasi Kesenian “Campursari Ngudi Utomo” dari Desa Ngasinan Kecamatan Bener pimpinan Bapak Sukirman. Jenis kesenian yang ditampilkan adalah kesenian Warokan, yaitu tarian yang mengambil setting cerita warok jaman dahulu. Kesenian ini mengadakan pentas pada hari Minggu tanggal 28 Juni 2009 antara pukul 15.00 – 16.30 WIB, yang secara kebetulan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan Solo Batik Carnival 2009.
Dalam pementasannya kesenian ini mendapatkan apresiasi dan sambutan luar biasa dari penonton yang berkunjung di acara Mozaik Budaya.
Kepala Desa Ngasinan Hamron Rosadi, dalam kegiatan tersebut menyatakan berterima kasih atas penunjukkan grup kesenian desanya, dan berharap di masa yang akan datang pemberian kesempatan tampil seperti ini akan dapat meningkatkan eksistensi grup dan menjadi momen yang baik bagi perkembangan grup itu sendiri.

26 Juni 2009

MASJID SUNAN GESENG

Masjid Sunan Geseng berlokasi di dusun Kauman, desa Bagelen Kec. Bagelen dibangun pada abad 19 (dalam kurun waktu / periodisasi 1800-an Masehi) pada masa pemerintahan Tumenggung Cokronegoro. Bangunan masjid beratap tumpang satu dan diatasnya terdapat mustaka yang terbuat dari tanah liat. Terdiri dari ruang utama dan bangunan serambi beratap limasan. Ruang utama terdapat 4 soko guru dan 12 soko rowo yang berbentuk bulat dengan bahan kayu jati. Pada bagian pintu terdapat hiasan relief sulur daun. Perlengkapan lain terdapat mimbar, bedug, dan kenthongan dan relief hias lainnya berupa flora, tumpal, meander. Hingga saat ini kondisi masjid masih terawat dengan baik. Bahkan mulai tanggal 16 Juni 2009 pada masjid yang juga merupakan salah satu cagar budaya ini diadakan renovasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Dan proses perawatan masih berjalan hingga tulisan ini di-upload.

Jika anda ingin memiliki VCD dokumentasi tentang masjid ini, silahkan klik disini.

"KRIDA BUDAYA" DI TAMAN BUDAYA SURAKARTA

Pada tanggal 20 Juli 2009, Tim Kesenian dari Kabupaten Purworejo mengadakan pementasan di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta. Pementasan dilaksanakan dalam rangka acara Pembukaan Kegiatan Pekan Seribu Bunga yang dilaksanakan Taman Budaya Jawa Tengah pada tanggal 20 – 25 Juli 2009.
Tim ini terdiri dari 30 (tiga puluh) orang yang terdiri dari penari, pengrawit, pelatih dan ofisial. Penari dan pengrawit adalah para anggota Kelompok Kesenian Kuda Lumping "Krida Budaya" asal Desa Soko, Kecamatan Bagelen dengan penata tari Purnomo Riyanto. Grup ini pernah menjadi penampil terbaik II pada event di tingkat Bakorlin pada tahun 2005, Penampil terbaik I tingkat Jawa Tengah pada tahun 2006.

16 Juni 2009

DOLALAK

Asal mula kesenian dolalak adalah akulturasi budaya barat (Belanda) dengan timur (Jawa). Pada jaman Hindia Belanda Purworejo terkenal sebagai daerah / tempat melatih serdadu / tentara. Sebagaimana tentara pada jamannya, mereka berasal dari berbagai daerah, tidak hanya Purworejo saja dan dilatih oleh tentara/militer Belanda. Mereka hidup di tangsi / barak tentara.
Ketika mereka hidup di tangsi tersebut, maka untuk membuang kebosanan mereka menari dan menyanyi saat malam hari, ada pula yang melakukan pencak silat dan dansa. Gerakan dan lagu yang menarik kemudian menjadi inspirasi pengembangan kesenian yang sudah ada yaitu rebana (kemprang) dari tiga orang pemuda dari dukuh Sejiwan desa Trirejo Kecamatan Loano yaitu :
1. Rejo Taruno
2. Duliyat
3. Ronodimejo
Ketiga orang tersebut bersama dengan warga masyarakat yang pernah menjadi serdadu Belanda membentuk grup kesenian. Awalnya pertunjukan kesenian tersebut tidak diiringi instrumen, namun dengan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan silih berganti oleh para penari atau secara koor. Perkembangan berikutnya setelah dikenal dan digemari oleh masyarakat, pertunjukan kesenian ini diberi instrumen/iringan dengan lagu-lagu tangsi yang terasa dominan dengan notasi do-la-la. Dalam proses perkembangannya dari pengaruh jaman dan kondisi kemasyarakatan serta penyajiannya maka kesenian ini kemudian menjadi Dolalak.
Busana yang dikenakan oleh penarinya terpengaruh nuansa pakaian serdadu Belanda. Ini dapat kita lihat dari baju lengan panjang dan celana tanggung dengan warna gelap/hitam, pangkat atau rumbai di bahu dan dada, topi pet dan kaca mata hitam. Sampur dipergunakan sebagai pelengkap busana, yang merupakan kebiasaaan orang Jawa dalam melakukan kegiatan menari yang selalu menggunakan sampur/selendang.
Adapun penyebaran tari Dolalak ini dimulai dari Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, kemudian “merembes” ke wilayah sekitarnya.
Dolalak biasanya disajikan semalam suntuk yaitu antara 4 hingga 6 jam dengan jumlah penari yang banyak (tari kelompok) dan pada puncak pertunjukan salah satu penarinya akan trance (mendem) yaitu adegan dimana penari akan melakukan gerak-gerak di luar kesadarannya. Sajian Dolalak membutuhkan tempat yang luas karena berupa tari kelompok. Sajian Dolalak menampilkan beberapa jenis tarian yang tiap jenis dibedakan dengan perbedaan syair lagu yang dinyanyikan dengan jumlah 20 sampai 60 lagu dan tiap pergantian lagu berhenti sesaat sehingga ada jeda tiap ragam geraknya.
Hingga saat ini pengembangan tarian tradisional Dolalak tidak saja di kelompok tari/grup. Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pembinaan dan pelatihan hingga sekolah-sekolah di seluruh Kabupaten Purworejo. Bahkan telah dipentaskan secara massal oleh siswa pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2009 di Alun-alun Purworejo dan seluruh Kecamatan se-Kabupaten Purworejo dengan jumlah peserta 2.100 anak di Alun-alun dan sekitar 16.000 siswa di semua kecamatan.

PURWOREJO

Dari kita untuk kita...

BUDAYA PURWOREJO

Jika bukan kita yang menjaga dan mengembangkannya. Siapa lagi ...