26 Juni 2009

MASJID SUNAN GESENG

Masjid Sunan Geseng berlokasi di dusun Kauman, desa Bagelen Kec. Bagelen dibangun pada abad 19 (dalam kurun waktu / periodisasi 1800-an Masehi) pada masa pemerintahan Tumenggung Cokronegoro. Bangunan masjid beratap tumpang satu dan diatasnya terdapat mustaka yang terbuat dari tanah liat. Terdiri dari ruang utama dan bangunan serambi beratap limasan. Ruang utama terdapat 4 soko guru dan 12 soko rowo yang berbentuk bulat dengan bahan kayu jati. Pada bagian pintu terdapat hiasan relief sulur daun. Perlengkapan lain terdapat mimbar, bedug, dan kenthongan dan relief hias lainnya berupa flora, tumpal, meander. Hingga saat ini kondisi masjid masih terawat dengan baik. Bahkan mulai tanggal 16 Juni 2009 pada masjid yang juga merupakan salah satu cagar budaya ini diadakan renovasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Dan proses perawatan masih berjalan hingga tulisan ini di-upload.

Jika anda ingin memiliki VCD dokumentasi tentang masjid ini, silahkan klik disini.

"KRIDA BUDAYA" DI TAMAN BUDAYA SURAKARTA

Pada tanggal 20 Juli 2009, Tim Kesenian dari Kabupaten Purworejo mengadakan pementasan di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta. Pementasan dilaksanakan dalam rangka acara Pembukaan Kegiatan Pekan Seribu Bunga yang dilaksanakan Taman Budaya Jawa Tengah pada tanggal 20 – 25 Juli 2009.
Tim ini terdiri dari 30 (tiga puluh) orang yang terdiri dari penari, pengrawit, pelatih dan ofisial. Penari dan pengrawit adalah para anggota Kelompok Kesenian Kuda Lumping "Krida Budaya" asal Desa Soko, Kecamatan Bagelen dengan penata tari Purnomo Riyanto. Grup ini pernah menjadi penampil terbaik II pada event di tingkat Bakorlin pada tahun 2005, Penampil terbaik I tingkat Jawa Tengah pada tahun 2006.

16 Juni 2009

DOLALAK

Asal mula kesenian dolalak adalah akulturasi budaya barat (Belanda) dengan timur (Jawa). Pada jaman Hindia Belanda Purworejo terkenal sebagai daerah / tempat melatih serdadu / tentara. Sebagaimana tentara pada jamannya, mereka berasal dari berbagai daerah, tidak hanya Purworejo saja dan dilatih oleh tentara/militer Belanda. Mereka hidup di tangsi / barak tentara.
Ketika mereka hidup di tangsi tersebut, maka untuk membuang kebosanan mereka menari dan menyanyi saat malam hari, ada pula yang melakukan pencak silat dan dansa. Gerakan dan lagu yang menarik kemudian menjadi inspirasi pengembangan kesenian yang sudah ada yaitu rebana (kemprang) dari tiga orang pemuda dari dukuh Sejiwan desa Trirejo Kecamatan Loano yaitu :
1. Rejo Taruno
2. Duliyat
3. Ronodimejo
Ketiga orang tersebut bersama dengan warga masyarakat yang pernah menjadi serdadu Belanda membentuk grup kesenian. Awalnya pertunjukan kesenian tersebut tidak diiringi instrumen, namun dengan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan silih berganti oleh para penari atau secara koor. Perkembangan berikutnya setelah dikenal dan digemari oleh masyarakat, pertunjukan kesenian ini diberi instrumen/iringan dengan lagu-lagu tangsi yang terasa dominan dengan notasi do-la-la. Dalam proses perkembangannya dari pengaruh jaman dan kondisi kemasyarakatan serta penyajiannya maka kesenian ini kemudian menjadi Dolalak.
Busana yang dikenakan oleh penarinya terpengaruh nuansa pakaian serdadu Belanda. Ini dapat kita lihat dari baju lengan panjang dan celana tanggung dengan warna gelap/hitam, pangkat atau rumbai di bahu dan dada, topi pet dan kaca mata hitam. Sampur dipergunakan sebagai pelengkap busana, yang merupakan kebiasaaan orang Jawa dalam melakukan kegiatan menari yang selalu menggunakan sampur/selendang.
Adapun penyebaran tari Dolalak ini dimulai dari Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, kemudian “merembes” ke wilayah sekitarnya.
Dolalak biasanya disajikan semalam suntuk yaitu antara 4 hingga 6 jam dengan jumlah penari yang banyak (tari kelompok) dan pada puncak pertunjukan salah satu penarinya akan trance (mendem) yaitu adegan dimana penari akan melakukan gerak-gerak di luar kesadarannya. Sajian Dolalak membutuhkan tempat yang luas karena berupa tari kelompok. Sajian Dolalak menampilkan beberapa jenis tarian yang tiap jenis dibedakan dengan perbedaan syair lagu yang dinyanyikan dengan jumlah 20 sampai 60 lagu dan tiap pergantian lagu berhenti sesaat sehingga ada jeda tiap ragam geraknya.
Hingga saat ini pengembangan tarian tradisional Dolalak tidak saja di kelompok tari/grup. Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pembinaan dan pelatihan hingga sekolah-sekolah di seluruh Kabupaten Purworejo. Bahkan telah dipentaskan secara massal oleh siswa pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2009 di Alun-alun Purworejo dan seluruh Kecamatan se-Kabupaten Purworejo dengan jumlah peserta 2.100 anak di Alun-alun dan sekitar 16.000 siswa di semua kecamatan.

PURWOREJO

Dari kita untuk kita...

BUDAYA PURWOREJO

Jika bukan kita yang menjaga dan mengembangkannya. Siapa lagi ...