01 Desember 2024

KENTOL BAGELEN (Tulisan Pertama)

Buku Java-Instituut tahun 1939
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan buku langka terbitan Java-Instituut tahun 1939. Buku menarik ini pada halaman 153 sampai 160 berisi sesuatu yang terkait dengan Kentol. Kentol adalah sebutan bagi para “jagoan/priyayi/orang terpandang” (mungkin ada sebutan lain yang pas, mohon koreksi dan masukan pembaca) yang ada pada masa Hindia Belanda. Tulisan ini disusun oleh Soekardan Pranahadikoesoema, sebuah nama yang asing bagi saya. Mungkin peneliti atau warga Bagelen pada masa itu.

Tulisan dibawah ini akan saya coba untuk terjemahkan ke bahasa Indonesia dari tulisan aslinya yang berbahasa Belanda. Karena keterbatasan saya mungkin di beberapa tempat tidak pas dalam menerjemahkan, mohon maaf. Walaupun diupayakan untuk menyesuaikan tulisan aslinya, namun beberapa tempat disesuaikan dan dibuat potongan-potongan dengan sub judul agar lebih mudah dipahami.

Mari kita lihat :

KENTOL DARI DESA KRENDETAN

OLEH

SOEKARDAN PRANAHADIKOESOEMA.

1.     Pembuka : Siapa Kentol ?

Pada era lalu, desa Kréndétan 1) berada di bawah pengelolaan langsung penguasa lokal (goenoeng) dan berada di bawah goenoengschap Bapangan 2) yang pada waktu itu termasuk dalam wilayah inti (něgårå agoeng) Bagélèn. Goenoeng ini adalah pejabat tinggi kerajaan, yang dalam pelaksanaan tugasnya didukung oleh bawahannya, panewus, mantri, dan lain-lain. Pejabat-pejabat terakhir ini sebenarnya tidak mempunyai wewenang atas wilayah-wilayah tertentu dalam masyarakat goenung, namun lebih mengontrol kepala-kepala goenung. Kelas terendah dari priyayi yang memerintah adalah demang - dan kemudian bëkel (kepala desa) 3).

Setelah Bagēlèn dianeksasi (masuk wiayah pemerintah Hindia Belanda pasca Perang Diponegoro) pada tahun 1830, banyak keturunan goenoeng dan démang terus menetap di desa. Dan orang-orang ini saat ini merupakan golongan kențol, yang dibedakan dari masyarakat biasa, yaitu si atau wong tjilik. Kentol-kentol tersebut kini menyandang gelar Raden Mas, Raden atau “Mas. Sehubungan dengan itu perlu disebutkan bahwa para kénțol yang bertempat tinggal di luar daerah asalnya dan berasal dari Bagëlèn - artinya kediaman Bagělèn lama, yang dulunya merupakan desa Kréndétan - telah mendirikan perkumpulan, dengan tujuannya adalah untuk mendekatkan ikatan kekeluargaan dan juga saling membantu satu sama lain. Perkumpulan ini baru saja didirikan di Djokjakarta dan menyandang nama: Pakempalan Keluarga Bagëlèn. Pusatnya berlokasi di Djokjakarta dan sudah ada beberapa perwakilan di beberapa kota.

Tak perlu dikatakan lagi bahwa kénțol ini menikmati prestise tertentu di desa. Bagi pengamat yang jeli, orang-orang dari kelas pekerja ini dapat dibedakan dari perilaku percaya diri dan sikap percaya diri, biasanya juga dari kekayaannya. Sudah menjadi kebiasaan sejak zaman dahulu bahwa mereka dikecualikan dari layanan desa dan ronda.

Bagi masyarakat yang belum mengenal desa secara mendalam, perbedaan antara Kentol dan si ini tidak berarti apa-apa, namun siapa pun yang menilai hubungan desa akan menyadari betapa besar pengaruhnya.

1) Krendetan di sebuah desa yang terletak di jalur kereta api Djokjakarta Kutoardjo, pada jarak 16 K.M. Desa itu termasuk dalam kecamatan Bagelén, Wilayah Purworedjo.

2) Bapangan sekarang disebut Bapangsari, sebuah desa di sebelah selatan yang berbatasan dengan Krendetan.

3) Lihat Kollman, Bagélén di bawah pemerintahan Soerakarta Djokjakarta, termasuk dalam Tijdacht. Bat dan Gen Sel. 14.1864.