![]() |
Buku Java-Instituut tahun 1939 |
Tulisan dibawah ini akan saya coba untuk terjemahkan ke bahasa Indonesia dari tulisan aslinya yang berbahasa Belanda. Karena keterbatasan saya mungkin di beberapa tempat tidak pas dalam menerjemahkan, mohon maaf. Walaupun diupayakan untuk menyesuaikan tulisan aslinya, namun beberapa tempat disesuaikan dan dibuat potongan-potongan dengan sub judul agar lebih mudah dipahami.
Mari kita lihat :
KENTOL
DARI DESA
KRENDETAN
OLEH
SOEKARDAN
PRANAHADIKOESOEMA.
1. Pembuka : Siapa Kentol ?
Pada era lalu, desa Kréndétan 1)
berada di bawah pengelolaan langsung penguasa lokal (goenoeng) dan berada di
bawah goenoengschap Bapangan 2) yang pada waktu itu termasuk
dalam wilayah inti (něgårå agoeng) Bagélèn. Goenoeng ini adalah pejabat tinggi
kerajaan, yang dalam pelaksanaan tugasnya didukung oleh bawahannya, panewus,
mantri, dan lain-lain. Pejabat-pejabat terakhir ini sebenarnya tidak mempunyai
wewenang atas wilayah-wilayah tertentu dalam masyarakat goenung, namun lebih
mengontrol kepala-kepala goenung. Kelas terendah dari priyayi yang memerintah
adalah demang - dan kemudian bëkel (kepala desa) 3).
Setelah Bagēlèn
dianeksasi (masuk wiayah pemerintah
Hindia Belanda pasca Perang Diponegoro) pada tahun 1830, banyak
keturunan goenoeng dan démang terus menetap di desa. Dan orang-orang ini saat
ini merupakan golongan kențol, yang dibedakan dari masyarakat biasa, yaitu si
atau wong tjilik. Kentol-kentol tersebut kini menyandang gelar “Raden Mas”, “Raden” atau “Mas”. Sehubungan dengan itu perlu
disebutkan bahwa para kénțol yang bertempat tinggal di luar daerah asalnya dan
berasal dari Bagëlèn - artinya kediaman Bagělèn lama, yang dulunya merupakan
desa Kréndétan - telah mendirikan perkumpulan, dengan tujuannya adalah untuk
mendekatkan ikatan kekeluargaan dan juga saling membantu satu sama lain.
Perkumpulan ini baru saja didirikan di Djokjakarta dan menyandang nama:
Pakempalan Keluarga Bagëlèn. Pusatnya berlokasi di Djokjakarta
dan sudah ada beberapa perwakilan di beberapa kota.
Tak perlu dikatakan lagi bahwa kénțol ini menikmati
prestise tertentu di desa. Bagi pengamat yang jeli, orang-orang dari kelas
pekerja ini dapat dibedakan dari perilaku percaya diri dan sikap percaya diri,
biasanya juga dari kekayaannya. Sudah menjadi kebiasaan sejak zaman dahulu
bahwa mereka dikecualikan dari layanan desa dan ronda.
Bagi masyarakat yang belum mengenal desa secara
mendalam, perbedaan antara Kentol dan si ini tidak berarti apa-apa, namun siapa
pun yang menilai hubungan desa akan menyadari betapa besar pengaruhnya.
1) Krendetan di sebuah desa yang
terletak di jalur kereta api Djokjakarta Kutoardjo, pada jarak 16 K.M.
Desa itu termasuk dalam kecamatan Bagelén,
Wilayah
Purworedjo.
2) Bapangan sekarang
disebut Bapangsari,
sebuah desa di sebelah selatan yang berbatasan dengan Krendetan.