05 November 2011

ARCA EMAS SEPLAWAN

Pada tahun 1979 sepasang arca dewa-dewi dalam bentuk chitra (arca “penuh” atau digambarkan tiga dimensi) ditemukan di dalam sebuah gua di lereng Gunung Seplawan, tepatnya di Dusun Grotto, Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah. Arca dari emas tersebut berada di dalam sebuah wadah perunggu dan terletak di atas stalakmit yang dipotong sehingga menyerupai altar.

Sepasang arca yang dibuat dari logam mulia itu (arca kautuka) adalah Siva dan Parvati yang berdiri di atas dua buah lapik. Lapik pertama berbentuk persegi dengan bahan perak dan berukuran 4,6 cm x 9,8 cm x 9,8 cm, sedangkan lapik kedua berbentuk padma dari emas berukuran 2,9 cm x 7,2 cm, pada permukaannya dihias dengan motif geometris. Tinggi arca Siva 12,6 cm sedangkan arca Parvati hanya 11,7 cm, arca-arca tersebut termasuk dalam golongan arca chala, yaitu arca yang dapat dipindahkan karena berukuran kecil.

Di dalam masing-masing lapik terdapat batu permata berwarna-warni, manik-manik, lembaran emas, dan tanah yang merupakan intisari dari keberadaan dewa-dewi. Tanpa inti tersebut dewa dan pasangannya tidak akan bertempat pada arca tersebut dengan demikian arca tidak akan ada artinya dalam pemujaan.

Baik Siva maupun Parvati digambarkan memakai jatamukuta dan hiasan kepala bermotif flora. Di belakang kepala mereka masing-masing terdapat siraschakra yang dihias dengan garis-garis yang membentuk bulu burung atau api, dibalik siraschakra tersebut terdapat chattra. Perhiasan yang digunakan oleh kedua arca tersebut adalah subang atau anting-anting dengan hiasan daun (patrakundala), kalung (hara), kelat bahu (keyura), gelang siku, gelang tangan (kankana), ikat dada (kuchabandha), dan ikat pinggang (udharabandha atau katibandha), serta selendang. Siva dan Parvati mengenakan tali kasta atau upavita yang digambarkan secara sederhana dengan menggores tubuhnya, namun tali kasta tersebut tidak digambarkan sampai tubuh bagian belakang. Bagian belakang kedua arca tersebut terdapat semacam bunga berbentuk segienam.

Siva digambarkan berdiri dengan sikap samabanga dengan dua tangan, dan yang menarik arca Siva tersebut digambarkan tanpa menggunakan atributnya. Telapak tangan kanan Siva menengadah, tangan kirinya menggandeng tangan kanan pasangannya, matanya melotot, pada dahinya terdapat goresan berbentuk bulatan kecil. Pakaian yang dipakai adalah kain dengan motif bunga yang dibuat dengan cara menggoreskan polanya, pada bagian pinggang diikat dengan selendang. Kain yang dipakai Siva menutup dari pinggul sampai lutut kiri sedangkan di bagian kanan hanya menutup pinggulnya saja, namun bagian di belakang kain tersebut menutup sampai mata kaki. Jenis pakaian tersebut mirip dengan dhoti dari India atau dodot dari Jawa.

Pasangan Siva, Parvati juga digambarkan berdiri tegak (samabanga) dan bertangan dua. Tangan kanannya menggandeng Siva, sedangkan tangan kirinya terletak di depan perutnya dan membawa sebuah benda bulat. Pakaian yang dikenakan tidak berbeda jauh dengan Siva, kainnya menutup pinggul sampai dengan mata kaki. Kain pada bagian pinggul tampaknya dilipit, terlihat dari bentuknya yang berliku-liku dan kemudian diikat dengan selendang, kain yang dipakai oleh Parvati semakin memperjelas bahwa jenis pakaian tersebut mirip dengan dhoti atau dodot.

Tampaknya pembuatan arca Siva dan Parvati itu tidak hanya menggunakan sebuah cetakan saja. Terlihat jelas bahwa arca tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu lapik persegi, lapik berbentuk padma, arca, chattra, siraschakra, dan hiasan berbentuk segienam yang masing-masing dibuat terpisah, bagian-bagian tersebut kemudian digabungkan.

Antara lapik persegi dan padmasana disatukan dengan menggunakan empat buah paku emas pada keempat arah mata angin, namun salah satu pakunya kini telah hilang. Antara arca dan padmasana disatukan dengan menggunakan paku emas pula. Demikian juga dengan siraschakra, chattra, dan hiasan berbentuk segienam, masing-masing disatukan dengan paku atau keling emas.

Meskipun atribut yang dibawa dapat dikatakan tidak ada kecuali benda yang di tangan kiri Parvati, terdapat beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sepasang arca tersebut. Rambut masing-masing arca dalam bentuk jatamukuta, mata arca laki-laki melotot, hal itu menunjukkan bahwa arca dalam aspek krodha, selain itu pada dahi terdapat goresan berbentuk bulat, mungkin merupakan penggambaran trinetra. Arca perempuan membawa mutiara yang mampu mengabulkan keinginan atau cudamani, atribut tersebut biasa dibawa oleh Visnu. Namun, penggambaran Siva dan Visnu dalam sebuah arca sangat umum dikenal pada Masa Jawa Kuno, yaitu Harihara.

Arca tersebut diperkirakan berasal dari masa Klasik Jawa Tengah, sekitar abad IX-X Masehi berdasarkan bentuk padmasananya yang khas masa Klasik Jawa Tengah dan motif hias pakaian yang dikenakan mirip dengan motif hias tokoh Rama dan Sinta pada relief mangkuk temuan dari Wonoboyo.

*)disarikan dari Indonesian Gold Maud Girard Geslan, Indonesian Gold, Treasure from the National Museum Jakarta, Queenslan Art Gallery, Gallery Store, Australia, 1999.

Sumber : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (http://purbakalajawatengah.org/)

PEMUGARAN SDN PURWOREJO













HISTORIS - ARKEOLOGIS
SDN Purworejo pada masa Belanda dulu bernama Gouvernement Europesche Lagere School, didirikan pada tahun 1848. Sekolah ini merupakan sekolah rendah yang diperuntukkan bagi anak-anak orang Eropa. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1852, sekolah ini diubah menjadi sekolah untuk anak-anak pribumi (Hollands Inlandsche School). Kurikulum yang diajarkan untuk anak-anak pribumi antara lain membaca dan menulis jawa, berhitung, ilmu bumi, dan ilmu ukur. Inlandsche School mengalami pasang surut seiring kebijakan pemerintah kolonial Belanda, yang dilanjutkan dengan perang kemerdekaan sehingga kemudian berganti nama menjadi Sekolah Rakyat Kontrolieren (baca: Kontroliran). Sekolah ini merupakan percontohan dan sekolah kendali mutu pada waktu itu. Dalam perjalanannya, terkait animo masyarakat yang sangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya, sekolah ini dipecah menjadi dua, yaitu SDN Kontroliran dan SDN Purworejo. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 421.2/035/I/57/85 SDN Kontroliran diganti namanya menjadi SDN Purworejo II. Kemudian sejak tahun pelajaran 2003/2004 dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo No. 188.4/5705/2003, SDN Purworejo I dan SDN Purworejo II digabung menjadi satu dengan nama SDN Purworejo (_, 2008: 1). Bangunan lama yang ada di SDN Purworejo terdiri dari bangunan induk (lima ruang kelas dan gudang), doorloop, kamar mandi/WC dan aula. Beberapa ciri kolonial yang masih tampak pada bangunan induk antara lain pada pintu, jendela, dan langit-langit yang cukup tinggi, serta lantai bangunan yang terbuat dari granit hitam. Sedangkan bangunan barunya terdiri dari ruang guru, ruang kelas pada sisi selatan, timur dan utara), perpustakaan, musholla, ruang ketrampilan, bimbingan dan penyuluhan, ruang UKS, rumah dinas penjaga sekolah, ruang gugus depan dan kamar mandi/WC baru. Bangunan SDN Purworejo telah masuk dalam daftar inventarisasi benda cagar budaya tidak bergerak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah dengan No. Inv. 11-06/Pwo/TB/41. Saat ini tengah dalam proses pengajuan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor 619/101.SP/BP3/P-III/2010 tanggal 31 Maret 2010.
NILAI PENTING
SDN Purworejo mempunyai nilai penting dalam menelusuri sejarah pendidikan khususnya di wilayah Purworejo. Sekolah ini dulu merupakan sekolah rendah yang diperuntukkan bagi anak-anak orang Eropa yang pada perkembangan selanjutnya diubah menjadi sekolah untuk anak-anak pribumi. Adanya sekolah mengindikasikan bahwa sejak jaman pemerintahan colonial Belanda telah ada pemenuhan kebutuhan pendidikan di Purworejo.
Kegiatan BP3 Jawa Tengah di SDN Purworejo :
1. Studi Teknis Arkeologis SDN Purworejo pada tahun 2009
2. Pemugaran SDN Purworejo tahun 2011



Sumber :
Website Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah (http://purbakalajawatengah.org/)

Foto : Eko Riyanto